Pages

Sikap Seorang Mukim

Suatu hari rasulullah saw menemui para sahabatnya, lalu beliau bertanya: "Bagaimana keadaan kalian ketika memasuki pagi hari?", lalu para sahabat menjawab: "Kami berada dalam keadaan beriman kepada Allah." Kemudian rasulullah bertanya kembali: "Apa tanda-tanda keimanan kalian?", mereka menjawab: "Kami bersabar terhadap musibah, bersyukur atas kelapangan dan menerima semua ketetapan Allah." Beliau Bersabda: "Kalau begitu kalian benar-benar orang mukmin, demi Tuhan pemilik Ka'bah".

Banyak orang yang mengaku beriman akan tetapi dalam menghadapi masalah sikapnya bisa berbeda-beda tergantung dengan kualitas keimananya, sesuai dengan hadist nabi tersebut diatas seorang mukmim yang baik setiap hari menetapkan tiga sikap, yakni: sabar menghadapi musibah, bersyukur dan menerima apa yang ditetapkan oleh Allah.

Pertama,
bersabar terhadap musibah. Seorang ahli makrifat menyatakan bahwa bersabar mempunyai tiga pengertian:

  1. Sabar dengan tidak mengeluhkan apapun yang dialami, seperti kesabaran manusia pada umumnya. Ini adalah kesabaran tingkat tabi'in.
  2. Sabar dengan menerima ketetapan dari Allah, kesabaran ini adalah kesabaran orang yang tidak mementingkan duniawi, ini merupakan kategori kesabaran tingkat orang-orang zuhud.
  3. Sabar dalam pengertian menghadapi semuanya itu dari Allah belaka, seperti kesabaran orang-orang yang benar dalam imanya. Ini adalah sabar tingkat shiddiqin.

Rasulullah saw bersabda: "sembahlah Allah dengan senang hati, jika kamu tidak mampu, maka hal yang tebaik bagimu adalah bersikap sabar dalam menghadapi nasib yang tidak kamu sukai."

Manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari musibah, Allah akan memberikan berbagai macam cobaan untuk menguki kesabaran hamba-hamba-Nya, sebagaimana dijelaskkan dalam firman-Nya: "Dan sesungguhnya akan kami berikan cobaan kepada-mu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar." (Q.S. Al-Baqarah: 155).

Dengan berbagai bentuk musibah yang dialami oleh saudar-saudara kita, mulai dari kebakaran, longsor banjir, gempa bumi, kelaparan, kekurang harta dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, kita sebagai mukmin harus mampu menghadapinya dengan penuh kesabaran, dengan kesabaran Allah akan memberikan keberkahan dan petunjuk dalam kehidupan ini.

Kedua, bersyukur atas nikmat kelapangan. Kelapangan merupakan peluang untuk meningkatkan amal shaleh dan keshalesan sosial. Baik kelapangan harta, waktu maupun yang lainnya. Begitu banyak nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada kita, sampai Allah menyindir dalam firman-Nya ".... dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghinggakannya..." (Q.S Ibrahim: 34).

Oleh karena itu, kita harus pandai mensyukuri nikmat Allah yang sudah diberikan kepada kita, sekecil apapun nikmat yang kita terima, kita mensyukuri nikmat Allah yang sudah diberikan kepada kita, sekecil apapun nikmat yang kita terima, kita mensyukurinya. Jika kita pandai mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepada kita sekecil apapun itu niscaya Allah akan memudahkan kita dalam mensyukuri nikmat yang lebih besar lagi. Dan Allahpun akan terus menambahkan nimat-nikmat-Nya bagi yang mau bersyukur. ".... sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambahkan (nikmat) kepadamu..." (Q.S. Ibrahim: 7). "Akan tetapi banyak manusia yang tidak mau bersyukur atas nikmat yang telah diberikan-Nya, justru mereka berbuat dholim dan mengingkari nikmat allah" (Q.S Ibrahim: 34).

Syukur bukan sekedar terucap dengan lisan dalam bentuk ucapan Alhamdulillah akan tetapi harus mampu menggunakan nikmat tersebut sesuai koridor Islam, memanfaatkan di jalan yang diridhoi oleh Allah SWT. Inilah yang oleh Al Ghozali didalam berykur adanya antara kesesuaian antara lisan, hati dan implementasi dalam bentuk sikap.

Ketiga, Ridho atas ketetapan Allah. Manusia hidup tidak terlepas dari qodha dan qhodar Allah. Sehingga apapun yang sudah ditentukan oleh Allah sudah selayaknya kita menerima. Kita kedepankan sikap qona'ah kita dengan menerima apa yang mungkin menjadi bagian kita, lebih bisa bersikap ikhlas dan proporsional.

Dewasa ini, banyak manusia tidak menerima kondisi yang dihadapi dan dirasakan, sehingga ketidakpuasan itu mengakibatkan manusia melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak diridhoi Allah dan melanggar norma-norma sosial. Seperti, korupsi, praktek pungutan liar dan berbuat kejahatan-kejahatan yang lainnya. Padahal 15 abad yang lalu Rasulullah SAW telah mengingatkan kepada kita bahwa dalam hal memandang seseorang kaitannya masalah dunia tidak boleh memandang sesorang yang tingkat kesejahteraannya diatas kita. Justru itu kita ditekankan untuk memperhatikan yang berada dibawah garis kesejahteraan. Apabila hal itu tidak diperhatikan maka berakibat kerusakan-kerusakan di bumi dan kesengsaraan yang akan didapati bukan kebahagiaan, musibah-musibah yang terjadi selama ini mungkin merupakan teguran atau peringatan kepada kita atas sikap kita yang tidak perah puas menerima apa yang sudah ditentukan oleh Allah.

Maka, alangkah indahnya jika karakter dasar mukmim diatas terpatri dalam setiap individu mukmin. Hidup menjadi lebih indah, aman dan tentram. Semoga kita mampu mengaplikasikan karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Amin.


 

Sumber: Buletin da'wah An-Nahl, Edisi 403.

Unknown

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

2 komentar: